Gallery

Thursday 16 March 2017

Mengenal Terusan Kra Jangkar Pembunuh Ekonomi Maritim Indonesia

Pendahulu sebelumnya terusan suez.sumber:digilook



Tangerang Kota-(16/03/2017)Siapa yang tidak kenal dengan negeri Gajah Putih, Thailand? Negeri yang bertetangga dengan Indonesia di utara ini memiliki strategi mutakhir untuk mengalihkan perekonomian Asia Tenggara ke halamannya. Sebetulnya bukan hanya Indonesia yang pontang-panting setelah mengetahui proyek ini. Negera tetangga lainnya seperti Singapura dan Malaysia pun turut kebakaran jenggot. Tetapi Indonesia berpotensi mandul untuk menarik pundi-pundi uang dari sisi kargo. Perlu diketahui, strategi mutakhir milik Thailand itu tersebut Kra Canal (Terusan Kra) yang akan mematikan perekonomian Iaut Indonesia jika tidak disikapi dengan bijaksana. Menilik sejarah, Terusan Kra sudah dikonsep semenjak tahun 1677 oleh seorang engineer berkebangsaan Perancis, De Lamar, atas perintah raja Thailand. Sekarang, proyek ini merupakan joint venture antara Thailand dengan China yang bertujuan untuk memperpendek lintasan kapal dari Laut Andaman ke Laut Cina Selatan dan sebaliknya tanpa harus melintasi semenanjung Thailand. Proyek ini juga sejalan dengan cita-cita China untuk memanggil ruh ekonomi yang hingga kini masih menjadi sejarah—jalur sutra laut.


Sumber: postgrafict


Adalah hal yang logis bagi pengusaha untuk menyimpan $300.000 sebagai ongkos perjalanan kapal kargo seberat 100.000 ton dari pada melewati Selat Malaka. Bagaimana tidak, selain hemat biaya, jarak yang ditempuh hanya 1.200 mil laut. Tetapi makna implisit dari hal tersebut adalah usaha Thailand untuk menjadi center of grafity atau pusat perdagangan di kawasan Pasifik dan Samudra Indonesia. Bayangkan jika sebanyak 79.344 kapal kargo/tahun atau 217 kapal/hari (2015). Selain alasan efisiensi waktu dan biaya, keamanan pun perlu dipertimbangkan. Para penguasa kargo, ekspor-impor pun akan ketar-ketir ketika berlayar melintasi perairan Laut Sulu. Bagaimana tidak, di daerah ini perompak laut Abu Sayyaf siap membandol kapal yang melewati daerahnya. Kegiatan operasi gabungan antara Indonesia-Filipina pun tidak bisa menjadi jaminan aman bagi para pelaut, termasuk pemilik kapal. Pada Juli 2016, tujuh WNI ditawan, belum lagi kasus penyanderaan-penyanderaan lainnya. Proyek ini diluncurkan pada 2015 dan diestimasi selesai pada 2025 dengan panjang 102 km, ber-budget $28 miliar (Ship & Bunker, 20 Mei 2015) dan akan menyerap 30.000 tenaga kerja. Kedalaman kanal pun dikalkulasikan sedalam 33 meter, lebar dasar kanal selebar 500 meter dan mencakup area seluas 200 Km2. Kapal kargo yang bisa melintasi terusan ini maksimal berukuran 500.000 deadwieght tonnage (DWT)—berat total kapal termasuk muatan dan ABK—dan masih mampu melaju dengan kecepatan 7 knot (13 Km/jam). Kapal ini merupakan kelas ultralarge crude carriers (ULCCs) yang memiliki panjang lebih lebar dari empat lapangan sepak bola—415 meter—dan mampu mengangkut lebih dari 2.000.000 barel minyak mentah dalam sekali pelayaran. Pada tahap pelaksanaan, terdapat tiga skenario: Kanal dibangun termasuk pembangunan transshipment di tengah kanal, tidak ada kegiatan ekspor-impor di terminal transship, dan jalur Malaka tetap dibuka, Kanal dibangun plus dibangunnya transshipment di tengah kanal, diperbolehkan kegiatan ekspor-impor, dan jalur Malaka ditutup, digantikan dengan feeder dari Terusan Kra ke Singapura, Kanal dibangun plus pembangunan transshipment di tengah kanal, diperbolehkan kegiatan ekspor-impor, jalur Malaka tetap dibuka, dan terdapat daerah zona ekonomi khusus Thailand Selatan.  Selama perkembangannya terdapat beberapa desain.

Problems Hal ini perlu diwaspadai, jika Terusan Kra sukses, maka dunia tidak akan lagi membutuhkan Indonesia. Sehingga, multiplier effect dari proyek ini adalah berkurangnya kapal kargo yang singgah di Indonesia, lambat laun akan menurunkan pendapatan Indonesia, sehingga mematikan industri kargo di Indonesia: Tanjung Priuk, Tanjung Perak, Belawan, Makassar, dsb. Mati terkikis ombak sejarah. Pertama, proyeksi Institute of Developing Economies Japan External Trade Organization (IDE-GSM), pada 2030 Indonesia akan rugi besar akibat proyek ini. Detak jantung Indonesia mungkin akan melemah karena Indonesia adalah negara ketiga di ASEAN yang diproyeksikan menderita kerugian paling parah bila dilihat dari persentase Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Berikut penjelasannya:

MASUK TAPTAP Mudzakir Ruslan /dzakirmaruf IKUTI PILIHAN HEADLINE Mengenal Terusan Kra, Jangkar Pembunuh Ekonomi Maritim Indonesia 13 Maret 2017 09:08:32 Diperbarui : 14 Maret 2017 16:29:36 Dibaca: 147,095 Komentar: 25 Nilai: 21 Durasi Baca : 4 menit Pendahulu sebelumnya: Terusan Suez. Sumber gambar: digitallook.com Siapa yang tidak kenal dengan negeri Gajah Putih, Thailand? Negeri yang bertetangga dengan Indonesia di utara ini memiliki strategi mutakhir untuk mengalihkan perekonomian Asia Tenggara ke halamannya. Sebetulnya bukan hanya Indonesia yang pontang-panting setelah mengetahui proyek ini. Negera tetangga lainnya seperti Singapura dan Malaysia pun turut kebakaran jenggot. Tetapi Indonesia berpotensi mandul untuk menarik pundi-pundi uang dari sisi kargo. Perlu diketahui, strategi mutakhir milik Thailand itu tersebut Kra Canal (Terusan Kra) yang akan mematikan perekonomian Iaut Indonesia jika tidak disikapi dengan bijaksana. Menilik sejarah, Terusan Kra sudah dikonsep semenjak tahun 1677 oleh seorang engineer berkebangsaan Perancis, De Lamar, atas perintah raja Thailand. Sekarang, proyek ini merupakan joint venture antara Thailand dengan China yang bertujuan untuk memperpendek lintasan kapal dari Laut Andaman ke Laut Cina Selatan dan sebaliknya tanpa harus melintasi semenanjung Thailand. Proyek ini juga sejalan dengan cita-cita China untuk memanggil ruh ekonomi yang hingga kini masih menjadi sejarah—jalur sutra laut. SUMBER: POSTGRAPHIC Adalah hal yang logis bagi pengusaha untuk menyimpan $300.000 sebagai ongkos perjalanan kapal kargo seberat 100.000 ton dari pada melewati Selat Malaka. Bagaimana tidak, selain hemat biaya, jarak yang ditempuh hanya 1.200 mil laut. Tetapi makna implisit dari hal tersebut adalah usaha Thailand untuk menjadi center of grafity atau pusat perdagangan di kawasan Pasifik dan Samudra Indonesia. Bayangkan jika sebanyak 79.344 kapal kargo/tahun atau 217 kapal/hari (2015). Selain alasan efisiensi waktu dan biaya, keamanan pun perlu dipertimbangkan. Para penguasa kargo, ekspor-impor pun akan ketar-ketir ketika berlayar melintasi perairan Laut Sulu. Bagaimana tidak, di daerah ini perompak laut Abu Sayyaf siap membandol kapal yang melewati daerahnya. Kegiatan operasi gabungan antara Indonesia-Filipina pun tidak bisa menjadi jaminan aman bagi para pelaut, termasuk pemilik kapal. Pada Juli 2016, tujuh WNI ditawan, belum lagi kasus penyanderaan-penyanderaan lainnya. Proyek ini diluncurkan pada 2015 dan diestimasi selesai pada 2025 dengan panjang 102 km, ber-budget $28 miliar (Ship & Bunker, 20 Mei 2015) dan akan menyerap 30.000 tenaga kerja. Kedalaman kanal pun dikalkulasikan sedalam 33 meter, lebar dasar kanal selebar 500 meter dan mencakup area seluas 200 Km2. Kapal kargo yang bisa melintasi terusan ini maksimal berukuran 500.000 deadwieght tonnage (DWT)—berat total kapal termasuk muatan dan ABK—dan masih mampu melaju dengan kecepatan 7 knot (13 Km/jam). Kapal ini merupakan kelas ultralarge crude carriers (ULCCs) yang memiliki panjang lebih lebar dari empat lapangan sepak bola—415 meter—dan mampu mengangkut lebih dari 2.000.000 barel minyak mentah dalam sekali pelayaran. Pada tahap pelaksanaan, terdapat tiga skenario: Kanal dibangun termasuk pembangunan transshipment di tengah kanal, tidak ada kegiatan ekspor-impor di terminal transship, dan jalur Malaka tetap dibuka, Kanal dibangun plus dibangunnya transshipment di tengah kanal, diperbolehkan kegiatan ekspor-impor, dan jalur Malaka ditutup, digantikan dengan feeder dari Terusan Kra ke Singapura, Kanal dibangun plus pembangunan transshipment di tengah kanal, diperbolehkan kegiatan ekspor-impor, jalur Malaka tetap dibuka, dan terdapat daerah zona ekonomi khusus Thailand Selatan.  Selama perkembangannya terdapat beberapa desain: sumber: kra-canal.net sumber: kra-canal.net sumber: kra-canal.net Problems Hal ini perlu diwaspadai, jika Terusan Kra sukses, maka dunia tidak akan lagi membutuhkan Indonesia. Sehingga, multiplier effect dari proyek ini adalah berkurangnya kapal kargo yang singgah di Indonesia, lambat laun akan menurunkan pendapatan Indonesia, sehingga mematikan industri kargo di Indonesia: Tanjung Priuk, Tanjung Perak, Belawan, Makassar, dsb. Mati terkikis ombak sejarah. Pertama, proyeksi Institute of Developing Economies Japan External Trade Organization (IDE-GSM), pada 2030 Indonesia akan rugi besar akibat proyek ini. Detak jantung Indonesia mungkin akan melemah karena Indonesia adalah negara ketiga di ASEAN yang diproyeksikan menderita kerugian paling parah bila dilihat dari persentase Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Berikut penjelasannya: sumber: dokumen pribadi Pada skenario pertama, kerugian Indonesia tidak tela banyak karena jalur Malaka tetap dibuka meski Terusan Kra telah diresmikan. Seperti sawah irigasi, Indonesia masih dapat rembesan air dari sungai besar meskipun belum bisa mengaliri semua sawah yang ada. Skenario kedua adalah skenario paling dramatis dan seakan membuat tulang punggung maritim Indonesia keropos. Hal ini disebabkan Jalur Malaka “ditutup”. Program transhipment pun diambil alih oleh Singapura dan Indonesia tak kebagian jatah langsung, kecuali pendistribusian barang Indonesia-Singapura. Terakhir, meskipun skenario ketiga memberikan 0% kerugian, para pemilik modal akan memilih efisiensi waktu dan biaya. Intinya tidak peduli skenario mana yang akan diterapkan, bahkan apabila ada opsi skenario keempat, Indonesia tetap akan rugi. Kedua, kuantitas dan kualitas pelabuhan yang masih kalah dengan negara tetangga. Dari data Laporan Implementasi Konsep Tol Laut 2015 oleh Direktorat Transportasi, Kementrian PPN/Bapenas Saat ini total jumlah pelabuhan di Indonesia baik komersial maupun non-komersial yaitu berjumlah 1.241 pelabuhan, atau satu pelabuhan melayani 14 pulau (14,1 pulau/pelabuhan) dengan luas rerata 1548 Km2/pelabuhan; serta Filipina 10,1 pulau/pelabuhan dan 460 Km2/pelabuhan. Keadaan infrastruktur tersebut masih belum berimbang jika dibandingkan negara kepulauan lainnya di Asia, misalnya: Jepang 3,6 pulau/pelabuhan dan 340 Km2/pelabuhan. Data UNCTAD 2014, jumlah akumulasi berat kapal (DWT) yang berbendera Indonesia menempati urutan ke-20 terbesar dunia. Indonesia bertekuk lutut di depan Panama, ia merajai lautan karena memiliki Terusan Pananama. Jika dilihat polanya, negara manapun yang memiliki jalur penghubung antara dua laut/samudera, maka ia akan untung. Tidak terkecuali Thailand, ditambah jalur Laut Cina Selatan-Selat Malaka-Selat Singapura-Selata Karimata, dst. Andai kata blue print Kra Canal terbakar dan menjadi abu, tetap saja Indonesia akan menjadi budak di laut sendiri. Hal ini jelas karena kualitas kuantitas dan pelabuhan Indonesia masih lemah. Solving Merujuk pada data di atas, Indonesia perlu berpikir keras untuk mengatasi hal ini. Secara konvensional Terusan Kra merupakan inovasi transportasi, maka Indonesia pun harus cerdas dalam berinovasi dalam sistem transportasi. Sehingga ada beberapa hal yang bisa diangkat menjadi solusi Pemanfaatan Sabang sebagai Pelabuhan Internasional Alami Hal ini rasional karena kedalaman pesisir laut Sabang berkisar 25 meter sudah cukup untuk menyandarkan kapal kargo bermuatan besar. Kedalaman pantai di Sabang sudah cukup karena syarat minimal untuk membangun pelabuhan modern kedalaman yang diperlukan adalah 20 meter. Berarti Sabang memiliki nilai plus lima meter. Kompetititor Sabang sebagai pelabuhan internasional modern nantinya akan bersaing dengan Pelabuhan Hambantota milik Sri Lanka, Pelabuhan Klang di Malysia, dsb. Kendati demikian, hubungan antara pemerintah Sri Lanka dengan pemerintah Thailand dan Cina sudah terjalin bagus, sehingga ada tantangan lebih untuk mengalahkan mereka. Pelabuhan Klang pun sudah mulai berbenah. Sebagai bukti pencanangan dana sebanyak 43 miliar ringgit (Rp 132 triliun) pada November 2016 kemarin sudah diumumkan. Sekarang kembali lagi kepada pemerintah Indonesia, apakah berani mengambil risiko atau tidak. Kemudian dengan adanya pelabuhan Internasional di Sabang, maka aktivitas bongkar muat barang (dwelling time) akan lebih cepat dan kapal tidak harus menuju Tanjung Priok untuk aktivitas yang sama. Di sisi lain Indonesia juga bisa bersaing dengan negara-negara lain dalam hal pembangunan infrastruktur, dalam hal ini adalah pelabuhan internasional. Pemantapan jalur tol laut harus dimaksimalkan Pada solusi ini, pemerintah harus menyelesaikan pekerjaan rumah besar terlebih dahulu, yaitu perbaikan kinerja pelabuhan. Pada tahun 2013 (Laporan Implementasi Konsep Tol Laut 2015 oleh Direktorat Transportasi, Kementrian PPN/Bapenas) masih terdapat empat kendala: - Waiting time (WT) di sejumlah pelabuhan strategis Indonesia relatif masih lama, diantara 27-47 jam (masih terendah di ASEAN) - Gross Crane Productivity di sejumlah pelabuhan strategis di Indonesia relatif masih rendah sekitar 7-11 MPH (Gross Crane Productivity tertinggi di ASEAN mencapai 20-30 crane moves per hour atau MPH), - Crane Intensity (CI) di sejumlah pelabuhan strategis di Indonesia relatif masih rendah sekitar 1-2 (CI tertinggi di ASEAN mencapai 1,8-3,6), - Domestic Dwelling Time di sejumlah pelabuhan strategis di Indonesia relatif masih tinggi sekitar 5 hari (terendah di ASEAN mencapai 1 hari). Intinya program Tol Laut yang diterapkan oleh Pemerintah Jokowi sudah bagus tinggal eksekusi dari stakeholder terkait(Red)

Sumber: http://m.kompasiana.com/dzakirmaruf/mengenal-terusan-kra-jangkar-pembunuh-ekonomi-maritim-indonesia_58c551ef337b616d64254861

0 komentar:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.