Gallery

Tuesday, 27 September 2016

Dulu Siswa Lebih Takut Guru dibanding Polisi dan Tentara, Sekarang ?

Gambar Prof. Halide Pengamat Pendidikan Sul-Sel


Makassar --- Institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat mulia, akhir-akhir ini malah mencerminkan hal yang tidak wajar atas beberapa kasus kekerasan yang melilit lingkungan intelektual tersebut. 

Prof. Halide Salah satu kasus yang masih hangat di ingatan kita adalah pemukulan yang melibatkan salah seorang tenaga pendidik di Makassar, Dasrul bersama siswanya MAS yang akhirnya bergulir ke jalur hukum. 

Kasus yang berhasil menyita perhatian publik tersebut bermula saat MAS tidak memenuhi tugas yang diberikan Dasrul, dan malah membuat onar terhadap teman-teman di kelasnya. Hal tersebut menarik perhatian Dasrul dengan menampar MAS sebagai bentuk teguran. Merasa tidak terima atas perlakuan gurunya, MAS kemudian melaporkan tindakan Dasrul ke ayahnya, Achmad Adnan. Adnan yang merasa geram perlakuan Dasrul akhirnya memukul bagian hidung Dasrul, mengakibatkan tulang hidungnya bergeser dan harus dioperasi. 

Menanggapi potret kekerasan yang terjadi pada institusi pendidikan tersebut, Prof Halide selaku pemerhati pendidikan di Sulawesi Selatan (Sulsel) sangat menyayangkan perlakuan orang tua siswa terhadap guru. “Kita sebagai murid kalau salah mengaku salah, saya sangat tidak setuju atas tindakan orang tua siswa yang memukul guru,” tegas Prof Halide  Senin (29/8/2016). 

Prof Halide menambahkan, proses pendidikan pada zaman sekarang sangat berbeda dibandingkan dulu ketika dirinya masih mengenyam dunia pendidikan. “Kalau orang tua saya dulu, ketika saya bikin kesalahan ancamannya itu selalu begini ‘saya lapor gurumu kalau kau nakal’. Jadi dulu itu, kita bukan polisi atau tentara yang ditakuti, melainkan guru. Karena guru menghukum untuk kebaikan,” ujarnya. 

Selanjutnya, Prof Halide menceritakan pengalamannya saat harus menerima hukuman guru akibat kesalahan yang ia buat. “Saya itu dua kali ditempeleng sama guru. Pertama, pada 1949 saya kebetulan ke sekolah dan menemukan granat. Karena tidak tahu apa granat itu, saya pun ambil dan mainkan. Begitu dilihat kepala sekolah (guru) saya, ia langsung tempeleng saya,” bebernya. Prof Halide menuturkan, setelah menamparnya memarahinya secara keras. 

“Tahu apa jadinya granat itu kalau dibuang (dilemparkan), berapa orang bisa meninggal dunia,” kenangnya. Sementara, tamparan kedua yang dialaminya sewaktu masih kelas 4 SD. “Dulu selalu apel pagi. Pada saat apel, saya banyak ribut (onar), dan salah seorang guru saya langsung menempeleng saya. Saya tidak marah karena itu adalah hukuman dari tindakan (bersalah) saya,” tutup Prof Halide. (RED)

Sumber : (http://makassarterkini.com) .

0 komentar:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.